SURGA Photo by my self: |
Lautan berwarna biru
kehijau-hijauan menyambut saya ketika masuk Pelabuhan Sendangbiru. Diatasnya
bertebaran puluhan perahu jukung, payang dan sekoci. Perahu-perahu itu
mengapung berkelompok mengelilingi dermaga.
Saya melihat perubahan besar di
kawasan dermaga. Lebih bersih, rapi dan manusiawi. Mungkin karena dermaga baru
ini yang membuat kawasan itu lebih manusiawi.
Di depan saya, berhenti mikrolet
berwarna biru muda. Sekelompok muda-mudi turun membawa ransel besar. Mereka
langsung didatangi oleh nelayan setempat.
“Mau menyeberang ke Sempu, ayok
sini ada perahu yang sudah siap,” ajak seorang nelayan bernama Sunar (43 tahun)
kepada kelompok itu.
SURGA II Photo by my self: |
Perawakannya tegap, badannya
legam dan berkumis tebal. Di lengannya terdapat tattoo yang tak terlihat jelas bentuknya. Ini disebabkan warna
kulitnya yang menghitam terkena panas mentari.
Sepintas pria itu tampak kasar
dan menakutkan. Kesan itu berubah setelah berbincang dengan pria asal Jember
itu. Sunar, adalah ABK sejumlah kapal milik H. Syaifuddin (60 tahun), disini
dia berperan sebagai “marketing” kapal.
Tak lama, rombongan itu berjalan
mengekor Sunar. Mereka menuju dermaga yang berair jernih sebening kaca. Dari
situ, kawan Sunar sudah menyiapkan tangga untuk anak-anak muda tadi.
“Saya mengantar mereka untuk
menyeberang ke Sempu, Rp 100 ribu satu perahu, kalau keliling selat Sempu Rp
200 ribu, keliling pulau Sempu Rp 500 ribu,” akunya setelah berkenalan dengan
Kota Wisata (Malang Post Group).
Angka yang disebut Sunar tadi,
adalah harga untuk satu perahu. Dia sendiri yang mengukur kekuatan angkut satu
perahu. Kadangkala bisa diisi 10 orang bahkan 15 orang.
“Kebanyakan memang mengangkut
wisatawan yang hendak ke Sempu, tujuan mereka Segara Anakan,” beber dia.
Keindahan kawasan Sendangbiru
makin menggoda ketika berada diatas perahu. Sejauh mata memandang yang tampak
adalah bening air. Dermaga itu serupa danau besar yang dikeliling rimbunan
hutan bakau dan mangrove.
Kedua ujungnya terhubung langsung
dengan Samudera Hindia. Pulau Sempu yang membatasi Samudera Hindia dan dataran
Jawa. Dari atas perahu tampak pilar-pilar raksasa sejauh ribuan meter.
MENYEBERANG Photo by my self: |
“Pilar itu adalah karang-karang
dibatas selat, di depan karang sudah lautan lepas,” imbuh Sunar berperan
layaknya guide.
Meski penasaran, rombongan anak
muda tadi tidak akan sampai ke pilar raksasa. Sebab, mereka hanya akan diantar
ke Teluk Semut. Sebuah teluk kecil di Pulau Sempu, sebagai pintu gerbang menuju
segara anakan.
Wisatawan dan kaum backpacker seperti rombongan tadi adalah
asset nelayan. Ketika ikan sedang sepi, mereka menjadi sumber pendapatan.
Paling banyak datang ketika musim liburan sekolah.
“Kami sebenarnya berharap bisa
ada event yang lebih hebat disini,”
celetuk Sunar.
Even Internasional di Sendangbiru?
Sendangbiru ada perkampungan
nelayan di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Desa itu memiliki dua
dusun, yakni Sendangbiru dan Tamban. Keduanya memiliki pesona bahari yang layak
jual. Even tahunan di dua dusun itu adalah petik laut.
Ketika musim petik laut, seluruh
nelayan libur melaut. Selama empat hari mereka “berpesta” di daratan. Biasanya,
mereka mengikuti sejumlah lomba. Volley pantai, lomba dayung perahu tradisional
dan pertunjukan kesenian tradisonal.
“Acara puncaknya adalah petik
laut, melarung tumpeng ke Samudera Hindia, nanti perahu-perahu nelayan akan
berebut tumpeng itu di lautan,” terang Kepala Desa Tambakrejo Sudarsono.
SEGAR Photo by my self: |
Sepintas pria ini terlihat
seperti nelayan umumnya. Setelah berbincang, ternyata dia memiliki mimpi yang
luar biasa. Sudarsono bermimpi Sendangbiru jadi jujugan wisata internasional.
“Saya tak ingin jualan ke lokal,
itu seperti jeruk makan jeruk, saya ingin jualan internasional,” ujarnya
berapi-api.
Bukankah dari segi fasilitas,
Sendangbiru belum layak jual? Sang Kades membenarkan statement tersebut.
Katanya, mimpinya baru saja dimulai, gebrakannya telah dilakukan.
Wisatawan internasional, menurut
dia sangat mencintai kawasan yang ramah lingkungan. Untuk tahap awal dia
mengubah kawasan kumuh nelayan menjadi indah dan manusiawi. Sebuah truk sampah
dibeli untuk kebersihan kampung, ditambah satu mobil ambulance.
“Kami menargetkan 70 hektare
hutan mangrove direhabilitasi,” tegasnya.
Saat ini, dia bersama warga telah
berhasil merehabilitasi sekitar lima hectare. Kawasan mangrove juga ditanami
Kayu bogem. Kayu dan buah bogem bisa dijual, satu buah seharga Rp 22 ribu.
“Kalau jalur darat masih susah,
kita bisa datangkan wisatawan lewat jalur laut, dari Bali,” imbuhnya.
Memang saat ini di Indonesia
marak even berkelas internasional seperti sail to Komodo. Jika ada dukungan
dari berbagai pihak, bukan tak mungkin rute sail juga mengarah ke Sendangbiru.
Melihat kondisi saat ini, belumlah memadai.
PANTAI TAMBAN photo by my self |
“Dari skala kecil kami siapkan
lingkungan dengan koneservasi mangrove, ada juga homestay dan nanti membuat
agenda even petik laut menjadi lebih layak jual,” bebernya.
Bahkan dia bermimpi lebih tinggi
lagi. Dengan potensi tuna setahun 1000 ton, kawasan itu bisa menjadi ajang
pesta barbeque. Rumah-rumah nelayan akan dilengkapi pemanggang ikan.
“Wisatawan belanja di TPI,
kemudian membakarnya di kawasan kuliner,” akunya.
Pihaknya merencanakan tiga
kawasan untuk ide internasional itu. yakni kawasan Clungup yang kini tengah
dilakukan upaya konservasi mangrove. Kemudian pantai kawasan timur untuk
transit kapal pesiar. Kemudian kawasan pusat kuliner dan oleh-oleh di areal
pelabuhan ikan saat ini.
“Kawasan Timur untuk bersandar
kapal akses dari Bali,” katanya.
Biasanya even petik laut sebagai
andalan Sendangbiru digelar empat hari.
Hari pertama lomba dayung dan tarik tambang di
Pantai Tamban. Hari kedua voley pantai, hari ketiga festival seni budaya dan
terakhir adalah petik laut.
“Untuk Sendangbiru petik lautnya
tanggal 27 bulan September, kalau Tamban bulan 6,” bebernya.
HUTAN MANGROVE |
Miniatur Indonesia
Sendangbiru dan Tamban adalah
miniatur Indonesia. Di Sendangbiru hidup sekitar 3000 nelayan dari berbagai
belahan Indonesia bahkan dari Filipina. Total jenderal Sendangbiru berpenduduk
8000 jiwa dan Tamban 3000 jiwa.
Para nelayan berasal dari Buton,
Bugis, Lombok, Bali Sumbawa, Sumatera, Papua dan Filipina. Belakangan nelayan
Filipina kabur ketika ada operasi passport.
“Disini minatur Indonesia, kami
berbeda-beda namun hidup rukun dan damai,” aku H. Syaifuddin (60 tahun).
Syaifuddin adalah juragan kapal
nelayan. Dia memiliki enam kapal mayoritas kapal sekoci. Pria renta ini berasal
dari Sulawesi dan telah hidup di Sendangbiru selama 30 tahun.
“Saya sudah keliling samudera, sudah
lelah dan akhirnya bertahan disini,” akunya.
MERAPAT |
Karena biduknya sudah tak mampu
berlayar terlalu jauh, Syaifuddin menetap. Disini dia menemukan surga. Ikan
melimpah dan penduduk yang egaliter.
“Kami tentu sangat setuju disini
jadi jujugan wisata internasional,” tegasnya.
Dengan akses laut yang memadai,
tak sulit kapal pesiar bersandar. Tentu harus pula didukung kesiapan
infrastruktur. Jalan Lintas Selatan (JLS) hemat dia cukup menghubungkan potensi
wisata bahari di sekitar Sendangbiru.
Ketika akses darat bagus, maka
wisatawan bisa diajak ke Balekambang. Selain berpesta di bibir pantai
Sendangbiru mereka bisa menjelajah lebih jauh. Apalagi Sempu juga memiliki
keindahan alam yang cukup layak jual.
“Selama ini kami iuran ketika
even petik laut, per perahu Rp 100 ribu, pemerintah hanya menyumbang,” akunya.
Sebenarnya potensi wisata bahari
di Malang Selatan bisa dijual. Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus berani
meniru Sail to Komodo. Paling tidak merayu panitia agar kawasan ini disinggahi
rute yacht mewah itu.
Selain even sail seperti itu,
potensi lainnya adalah kapal-kapal pesiar. Data
PT Pelabuhan Indonesia III (Bisnis Indonesia) mencatat pada 2013 sebanyak 94 unit kapal
pesiar direncanakan akan mengunjungi wilayah PT Pelabuhan Indonesia III.
Humas PT Pelabuhan Indoensia III,
Edi Priyanto mengatakan 94 unit kapal pesiar itu direncanakan singgah
pada sejumlah pelabuhan di tujuh Provinsi. Edi menjelaskan 94 kapal pesiar itu
akan mengunjungi sejumlah pelabuhan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
Pada 2013 secara keseluruhan
rencana kedatangan kapal pesiar di Indonesia mencapai 305 unit kapal pesiar. Dia
mengungkapkan jumlah kunjungan kapal pesiar bisa bertambah atau bahkan
berkurang tergantung pihak travel agen. Menurutnya selama 2012
sebanyak 92 kapal pesiar mengunjugi sejumlah pelabuhan di wilayah PT Pelabuhan
Indoensia III.
Selama 2012 PT Pelindo III memperoleh pendapatan dari kunjungna kapal pesiar sebesar Rp8 miliar. Pendapatan itu terdiri dari jasa labuh, tambat pandu, tunda, air kapal, penyediaan ponton dan pas penumpang di semua wilayah pelabuhan PT Pelindo III.
Wisatawan yang mengunjungi wilayah PT Pelindo III pada 2012 menggunakan kapal pesiar sebanyak 57.544 orang. Destinasi utama adalah Pelabuhan Benoa Bali sebanyak 35 kapal pesiar dengan 27.523 wisatawan.
Sejauh ini pelabuhan yang disiapkan meliputi Pelabuhan Benoa (Bali), Pelabuhan Celukan Bawang (Bali), Pelabuhan Lembar (Nusa Tenggara Barat), Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar Sulawesi Selatan), Pelabuhan Tanjung Tembaga (Probolinggo Jawa Timur).
Ada juga Pelabuhan Sabang (Aceh), Pelabuhan Tanah Ampo (Bali), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang Jawa Tengah), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya Jawa Timur) dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta). Jika Sendangbiru sudah menjadi pelabuhan besar, bisa saja kapal mewah itu singgah.
Selama 2012 PT Pelindo III memperoleh pendapatan dari kunjungna kapal pesiar sebesar Rp8 miliar. Pendapatan itu terdiri dari jasa labuh, tambat pandu, tunda, air kapal, penyediaan ponton dan pas penumpang di semua wilayah pelabuhan PT Pelindo III.
Wisatawan yang mengunjungi wilayah PT Pelindo III pada 2012 menggunakan kapal pesiar sebanyak 57.544 orang. Destinasi utama adalah Pelabuhan Benoa Bali sebanyak 35 kapal pesiar dengan 27.523 wisatawan.
Sejauh ini pelabuhan yang disiapkan meliputi Pelabuhan Benoa (Bali), Pelabuhan Celukan Bawang (Bali), Pelabuhan Lembar (Nusa Tenggara Barat), Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar Sulawesi Selatan), Pelabuhan Tanjung Tembaga (Probolinggo Jawa Timur).
Ada juga Pelabuhan Sabang (Aceh), Pelabuhan Tanah Ampo (Bali), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang Jawa Tengah), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya Jawa Timur) dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta). Jika Sendangbiru sudah menjadi pelabuhan besar, bisa saja kapal mewah itu singgah.
Atau jika pemerintah tak mampu
membangun. Barangkali, rayu saja Silolona, kapal phinisi mewah milik Patti
Seery untuk bersandar ke Sendangbiru. Kapal itu mengeliling rute Indonesia
Timur, hingga ke Thailand.
NYEMPLUNG |
Silolona membawa penumpang kelas
wahid, seperti owner BMW, owner maskapai penerbangan dari Amerika. Sesuai
liputan Jawa Pos (Group Malang Post) per orang dipatok biaya tak kurang dari
4000 euro (Sekitar Rp 50 juta).
Jika terealisasi, maka sang Kades
dan nelayan akan terbangun dari mimpi. Mereka bakal sibuk melayani para
pelancong. Sehingga keindahan Sendangbiru tak hanya ada di sampul majalah lokal
saja,
Kedatangan rombongan pesiar,
biasanya akan diikuti jurnalis internasional. Saya begitu terpesona dengan
tulisan Ann Abel, kontribusi Forbes dan sejumlah media internasional lainnya.
Dalam sebuah tulisan, Ann Abel begitu jatuh cinta dengan phinisi, Raja Ampat
dan perairan timur Indonesia.
“In ten years as a travel
journalist, I've been blessed with many "trips of a lifetime," but
the nine days I spent aboard the Silolona in the waters around eastern
Indonesia earlier this year constituted one of the most fantastic, memorable
trips of my life: exotic, illuminating, endlessly cossetting, and deeply
relaxing,” begitulah kira-kira rasa takjubnya.(Bagus Ary Wicaksono)