Kota
Malang memiliki heritage yang menjadi saksi eksistensi umat Katolik sejak masa
pendudukan Belanda. Salah satunya adalah paroki Hati Kudus Yesus (HKY) telah
eksis semenjak tahun 1897, dipimpin oleh Romo Godefriedus Daniel Augustinus
Jonckbloet. Masa awalnya, paroki ini tidak memiliki gereja dan bahkan sempat
menumpang di pendopo Kabupaten Malang masa Bupati Kanjeng Raden Aryo Tumenggung
Notodiningrat.
Ketika
itu, pendopo berubah menjadi gereja Katolik lengkap dengan orgel, kamar
pengakuan dosa, mimbar dan bangku komuni. Hal ini tercatat lengkap dalam buku
kenangan perayaan 100 tahun paroki HKY Kayu Tangan. Delapan tahun kemudian,
tepatnya 1905, barulah gereja Kayu Tangan dibangun di utara alun-alun.
Itu adalah
gereja Katolik tertua di Kota Malang dengan gaya neo gotikyang diperkenalkan
arsitek Belanda terkenal pada masanya Dr. P.J.H Cuypers (1827-1921). Seni
bangunan itu merupakan ciri khas bangunan abad pertengahan paruh abad 19 dengan
bentuk struktur gedung yang tinggi.
Dijelaskan
pula bahwa model struktur tersebut memiliki kerangka kokoh pada dinding dan
atap yang berfungsi sebagai penutup. Lalu diletakkan jendela dan pintu yang
besar pada dinding yang dibangun dengan konstruksi skelet. Hal ini nampak pada
tembok luar gereja yang ditopang tiang penyangga dinding berbentuk persegi.
Namun rupanya, ciri khas gotik dengan lengkungan meruncing pada gereja Kayu Tangan juga dipengaruhi unsur Islami. Paling tidak terdapat pengaruh seni bangunan Islam dalam gereja Katolik termegah di Malang Raya itu.
Hal ini diakui dalam buku kenangan 100 tahun paroki HKY dengan menyitir buku Mr. Schuman.
Schuman
dalam buku berjudul De Arabieren yang terbit 1960 membeber bahwa model lengkung
runcing itu telah popuper pada abad 8. Ketika itu Bani Umayyah yang berkuasa di
Suriah yang memakainya hal ini tersisa dari sisa reruntuhan bangunan kuno di
Ramlah. Baru pada abad 12, gaya lengkung runcing masuk ke Eropa, tepatnya di
Perancis.
Dari
kejauhan, gereja itu menjadi penanda Kota Malang, terutama dengan dua menara
yang memiliki ketinggian sekitar 33 meter. Menara itu dibangun pada masa Mgr.
Clemens van der Pas, O.Carm ketika diangkap sebagai Prefek Apostolik Malang
yang pertama pada tahun 1927. Setelah dana diserahkan tahun 1930, pembangunan
dilakukan sesuai rancana arsitek Ir. Albert Grunberg.
Menara itu
berbeda dari rancangan menara arsitek gereja itu Ir. Marius J. Hulswit pada
tahun 1905. Ketika itu gereja yang dirancang Marius dibangun dengan pemborong
C. Vis diabntu Van,t Pad dan Bourguignon sebagai pembantu pemborong serta
Molijn sebagai pengawas pembangunan. Namun terlepas dari pembangunan awal
gereja, tahukah pembaca, bahwa menara itu pernah ditabrak oleh pesawat tempur
Auri.
Tercatat
menara itu dua kali runtuh sejak dibangun 1930, pertama runtuh pada 10 Februari
1957 ketika ada kotbah di gereja. Sebuah salib di ujung menara runtuh dan
menimbulkan lubang besar pada atap gereja. Kemudian pada 27 November 1967,
menara kembali runtuh akibat ditabrak pesawat.
Pada peristiwa kedua ini, disertai ledakan yang mengagetkan akibat jatuhnya salib seberat 108 kg. Ketika itu bruder yang ada di gereja mengira ada lemparan granat, namun ternyata salib itu diserempet pesawat yang sedang mengalami kerusakan mesin. Burung besi berawak tiga orang itu kemudian masih terbang dan akhirnya jatuh di kawasan Buring, mereka tewas.
“Pesawat
itu terbang rendah menabrak menara karena kerusakan mesin,” ujar Tionghoa tua
pemilik toko di Kayu Tangan.
Sampai
saat ini gereja itu masih kokoh menantang jaman, bahkan menjadi ikon tersendiri
bagi Kota Malang. Wisatawan manca negara pun memastikan melihat gereja itu
dalam rangkaian city tour mereka. Menariknya, dalam kapel gereja menyimpan
berbagai inkripsi kuno, bahkan kabarnya terdapat Al Quran dari Tunisia
peninggalan tahun 1920-an.(Bagus Ary Wicaksono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar