Kamis, 12 Desember 2013

doorprize

Mas Adi Jiwandono mengambil doorprize untuk karyanya yang memenangi hunting model di hotel Ibis Styles, Kamis malam (12/12/13). Hadiah diserahkan Rizal Fanany fotografer Malang Post (kiri) di lobi kantor korane Arek Malang ini.
ini loh penampakan mereka berdua :)

Juara 2 Lomba foto Eksplorasi alam, budaya dan landmark Malang Raya

Andy Rahardian Akbar Juara 2 Lomba foto Eksplorasi alam, budaya dan landmark Malang Raya persembahan Malang Post Forum dan Bentoel Group mengambil hadiahnya di kantor Malang Post Jalan Sriwijaya 1 - 9 Kota Malang, Pukul 16.15 Kamis 12 Desember 2013. Hadiah diserahkan oleh Redaktur Foto Malang Post Guest Gesang didampingi Bagus Ary Wicaksono selaku Ketua Panitia lomba , pameran dan workshop foto Eksplorasi alam, budaya dan landmark Malang Raya.
Andy tak sempat mengikuti prosesi penyerahan hadiah di Hotel Ibis Styles, sebab masih bekerja di PT Semen Gresik di Tuban. Bersama sang istri, Andy berangkat dari Tuban untuk datang ke kantor Malang Post, kemarin.
Berikut Andy Rahardian Akbar diapit Guest Gesang dan Bagus Ary Wicaksono
Foto ini diambil oleh Muhammad Firman fotografer Malang Post.

Pemenang Hunting Foto Model Malang Post Forum di Hotel Ibis Styles

Juri telah memilih lima pemenang hunting foto model Malang Post Forum di hotel Ibis Styles pada pelaksanaan workshop. Berikut para pemenangnya :
Lima pemenang hunting foto model
1. Adi Jiwandono
2. Aryo Baruno
3. Duto Prakoso
4. Gianina
5. Heri Setiawan
Para pemenang diharapkan mengambil doorprize di Kantor Malang Post Jalan Sriwijaya 1-9 Kota Malang pada jam kerja.

Selasa, 10 Desember 2013

25 Nominator dan Juara Lomba Foto "EKSPLORASI ALAM, BUDAYA DAN LANDMARK MALANG RAYA"

PERSEMBAHAN MALANG POST FORUM DAN BENTOEL GROUP
Karya foto yang masuk ke panitia lomba, telah dikurasi oleh Dewan Juri lomba, antara lain : Pemimpin Redaksi Malang Post Sunavip Ra Indrata, Eddie Putera fotografer dari Malaysia serta Guest Gesang Redaktur Foto Malang Post.
Hasilnya sebagai berikut.
25 Nominator Lomba Foto “Ekplorasi Alam, Budaya dan Landmark Malang Raya” :
1. Andy Rahardian Akbar
2. Agung Hidayat
3. Aryawan Nurmansyah
4. Aryo Baruno
5. Bagas Winarto
6. Deli Himura
7. Emil Enan
8. Febry Kushargiyanto
9. Fika Aditama
10. Ghofuur Eka Ferianto
11. Habibie N. Muhammad
12. Heri Setiawan
13. Jefri G. Permana
14. Komang
15. Luqmanul Hakim
16. Nedi Putra A.W
17. Premi Bima
18. Risfanto Tri N
19. Rizkhi Budi R
20. Rizky Dwi Putra
21. Slamet Faizin
22. Suci Rahayu
23. Taufik Soleh
24. Waseso Aji
25. Wawan Wahjudianto
Dari 25 nominator tersebut, dewan juri telah memilih lima besar, terdiri dari :
Juara 1 Rizkhi Budi R dengan karya “Cahaya Kota”
Juara 2 Andy Rahardian Akbar dengan karya ”Batu Farmer”
Juara 3 Taufik Soleh dengan karya ”Jami’ Mosque”
Empat besar Waseso Aji dengan karya berjudul ”Akulturasi”
Lima Besar Febry Kushargiyanto dengan berjudul “Gereja Ijen”
cek di http://www.malang-post.com/features/78237-ketika-jawara-lomba-berkisah-kiat-sukses-berburu-momen
Malang Post Forum dan pihak panitia mengucapkan selamat kepada para juara dan para nominator, jangan berhenti berkarya, abadikan kehidupan di sekitar anda.
Salam fotografi,
Ketua Panitia
Bagus Ary Wicaksono
Em : sugab_ary@yahoo.co.id
Tw : @bagus_ary
Pengumuman nominator dan juara lomba digelar pada pembukaan pameran dan workshop fotografi di Hotel Ibis Styles. Dalam workshop tersebut para fotografer mendapatkan materi fotografi dari Eddie Putera fotografer Malaysia, Becky Subecky fotografer senior Jawa Post dan Guest Gesang Redaktur foto Malang Post. Pada akhir sesi, para peserta diajak untuk hunting model di kolam renang Ibis Styles. Hunting yang sedianya berlangsung 15 menit, molor hingga 25 menit karena seluruh fotografer asik membidik model. Di areal kolam renang, Eddie Putera dan Guest Gesang memberikan arahan kepada model dan fotografer.
Berikut suasananya :
Eddie Putera memberikan materi workshop
Mas Becky Subecky in action
Guest Gesang Redaktur foto Malang Post
Berikut suasana hunting model, jepreeet terussss
Panitia dari Malang Post Forum, Bentoel Group serta para peserta.
note : Seluruh foto yang dipakai diatas merupakan karya sepenuhnya dari fotografer Malang Post Rizal Fanany (follow di @kopralbego)

Jumat, 05 Juli 2013

Mendaki Semeru, Paska Jadi Pemeran Utama Film 5cm (Bagian 1)

Mati Salvinia Molesta, Tumbuh Verbenaria Brasiliesis


Aura di Lautan Pasir Gunung Bromo, kawasan ini bisa disinggahi dengan menuruni Jemplang
Gunung Semeru, yang memiliki Mahameru sebagai atap pulau Jawa, makin terkenal sejak film 5 cm dibuat. Gunung setinggi 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl). tersebut, kian ramai didaki oleh perempuan-perempuan cantik. Mereka datang karena tahu, Semeru setelah menonton film 5 cm, lantas bagaimana kondisi alamnya sekarang?

Magnet alam ini bernama Semeru. Memiliki tanjakan nan terkenal, bernama tanjakan cinta. Awal Juni lalu, saya mewakili Malang Post berkesempatan mendaki atap pulau Jawa itu. Bersama rombongan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Bappenas dan sejumlah jurnalis.
Saya mendaki bersama Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kemenneg PPN/Bappenas Basah Hernowo. Juga Ayu Dewi Utari, Kepala BB-TNBTS, alias “penguasa” kawasan pegunungan yang kami injak hari itu. Dari titik start, tim Bappenas, BB TNBTS dan Tim Jurnalis berangkat bareng-bareng. Namun, akhirnya tim jurnalis tertinggal jua, nafas kami “habis” di tanjakan menuju landengan dowo. Maklum saja, kami membawa beban yang cukup berat, carrier 120 liter di punggung (ngeles, hehe).
Harus diakui, pendakian kali ini, tergolong cukup cepat dan berat, ini adalah pendakian express. Kami hanya diberi waktu mendaki Puncak Mahameru dua hari satu malam! (gilaaak gak tuh)

Ranu Pani ketika masih ditumbuhi Salvinia Molesta
Rombongan kami tiba di Ranupani (basecamp Semeru), Senin (3/6), sekitar pukul 15.00. Turun dari Elf, kemudian menaruh carrier  (tas punggung) di cottage BB TN BTS di pinggir Ranu Pani (danau Pani). Cottage ini begitu strategis, persis di depan jendela kamar adalah dermaga Ranu Pani. Halaman cottage kami adalah danau!
Sekitar enam bulan sebelumnya saya pernah singgah di Ranu Pani. Kala itu, masih banyak Kiambang atau Salvinia Molesta. Sejenis paku air yang tumbuh menutupi permukaan danau. (baca di http://batikimono.blogspot.com/2012/09/berpacu-menyelamatkan-ranu-pani.html)

Nanda dan Aura di basecamp Pendakian
Kami foto narsis di dermaga dalam formasi lengkap, tim jurnalis : Abdi Purmono alias bang Abel yang nsudah mendaki Fuji di Jepang (http://batikimono.blogspot.com), Hari Istiawan Okezone, Dyah Ayu Pitaloka Jakarta Globe, Iksan Surya, Erik Republika, fotografer Kompas dan reporter RRI. Puas disana, kami menyusuri pinggiran Ranu Pani yang berpaving. Tujuan jalan santai ini adalah Ranu Regulo yang berjarak sekitar 1 km, jalannya paving semua.
Kamera D-SLR tak pernah lepas dari genggaman tangan. Puluhan frame kami jepretkan sore itu, mengabadikan langit yang sedang bercermin di muka Danau Regulo, amboi… Mengincar lingkaran air yang terbentuk akibat lemparan sebutir batu diatas air, dari dermaga Ranu Regulo. (Ranu berarti danau)
Waktu seperti terbunuh di danau ini, meninggalkan jejak peradaban, kemacetan kota dan seabreg hiruk pikuk masyarakat modern lainnya. Aku lupa hutang-hutangku..hehehe. Tapi, aku ingat anakku (Ananda Alma Bella Wicaksono dan Aura Putri Wicaksono), ingat istriku (Anisatus Soliha). Mereka pernah aku ajak menikmati indahnya Ranu Regulo, bercanda seharian di bukit teletubbies dan lautan pasir Gunung Bromo. 

Formasi lengkap di Ranu Regulo
Tiba-tiba, dengan tergopoh, seorang petugas TN BTS mendatangi kami. Waktu sudah menunjukkan angka 18.00. Rupanya, warga Ranupani, Pak Basah Hernowo dan Ayu Dewi Utari telah memulai pertemuan. Sebuah pertemuan untuk merancang system pelayanan pendakian Semeru sekaligus konsep pemberdayaan masyarakat. Gunung ini telah menjadi puri ziarah para pendaki, seperti mount everest di pegunungan Himalaya, ada sisi bisnis yang bisa dikembangkan.
Bersama kak Nanda


Dermaga Ranu Regulo
Mengikuti pertemuan dengan warga Ranupani hingga pukul 22.00, kemudian baru tidur pukul 00.00. Selasa Subuh, rombongan sudah bersiap naik ke Ranu Kumbolo.
Berangkat dari Ranupani pukul 06.00, melewati jalur konvensional (resmi). Dulu ketika mahasiswa, Malang Post mendaki lewat jalur Ayek-ayek, jalurnya para porter. Di jalur konvensional ini, sekarang sudah lebih bagus. BB TNBTS sudah membangun paving mendekati pos 2.
Sejam berjalan, kami sudah tiba di Landengan Dowo (2.270 mdpl), sebuah persimpangan jalur. Dari sini jalurnya masih berupa paving, namun berada di tepian jurang. Sedangkan di kanan jalur, didominasi tumbuhan hutan, terutama pohon akasia. Sejam kemudian kami tiba di pos 1, berupa bangunan pondok.
Puas istirahat disana, perjalanan kami lanjutkan. Sekitar 10 menit berjalan, paving jalan sudah habis, dari sinilah, nuansa pendakian mulai terasa. Kaki harus menyentuh medan tanah berbatu, kadang kala diselipi akar pohon.
Ambil nafas lalu narsis di Ranu Kumbolo
Jalur menuju Ranu Kumbolo ini sangat menarik. Pemandangan di sisi jalur tetaplah sebuah jurang. Lima kilometer dari Ranu Pani, sampailah kami di pos Watu Rejeng (2.300 mdpl), berupa hutan hujan dibawa dinding batu setinggi sekitar 100 meter.
Jalur dari Waturejeng ini, perlahan mulai menanjak, untuk menuju pos 3. Yang paling berat adalah tanjakan Bakri, persis di pos 3. Dinamai demikian karena yang membuat jalurnya adalah Pak Bakri, warga Ranupani.
Begitu lolos dari Tanjakan Bakri, maka siap-siap saja, anda menemukan danau besar nan indah. Saat itu, sisi jurang telah habis dan jalur mulai bertemu dengan himpitan punggungan bukit. Dari situ sudah mulai bisa ditemukan sekumpulan pohon Edelweiss. Ranu Kumbolo telah dekat.
Edelweiss mulai nampak di pintu masuk Ranu Kumbolo

Persis pukul 11.00, kami tiba di Ranu Kumbolo. Butuh waktu lima jam mendaki. Normalnya, Ranu Kumbolo setinggi 2.390 mdpl ini ditempuh sekitar 3 – 4 jam saja. Ranu Kumbolo, merupakan danau yang sangat indah, dikeliling punggung bukit dan sabana yang luas.
Di danau ini, pada musim tertentu, suhu udara bisa minus 20 derajat celcius.
Dari sini, sekitar pukul 12.15 kami menuju Kalimati. Melewati tanjakan cinta, dan tiba di hamparan sabana bernama Oro-oro Ombo. Sungguh indah, saat ini di kawasan itu hidup tumbuhan mirip lavender dan sedang berbunga.
’’Kami menduga, bunga ini bawaan dari luar negeri,’’ ujar Kepala Resort Ranu Pani BB TNBTS, Yohanes Cahyo.
Melewati Oro-oro ombo seluas lima hektare, kami disuguhi pemandangan alam mirip Eropa. Pohon pinus berjajar, nun jauh disana juga ada sekumpulan hutan Cemara. Setelah istirahat sejenak di Cemoro Kandang (2.500 mdpl), kemudian melaju ke Jambangan (2.700 mdpl).
Bunga mirip lavender bernama Verbenaria Brasiliesis terbentang di sabana tersebut. Dari kejauhan warnanya ungu muda. Namun ketika angin bertiup dan bunganya bergerak, warnanya berubah menjadi pink. Di belakang Oro-oro Ombo terdapat gunung besar bernama Gunung Kepolo, Mahameru masih mengintip malu-malu.
Oro-oro Ombo, disini tumbuhan Verbenaria Brasiliesis mulai berekpansi

 ’’Bunga-bunga seperti ini lazimnya berada di Amerika Selatan. Entah kenapa bisa sampai disini. Mungkin dibawa orang, kelihatannya memang dekat dengan lavender,’’ imbuh Cahyo sapaan akrabnya.
Saat turun ke sabana itu, kebetulan ada sepasang bule baru turun dari arah Kalimati. Mereka memanfaatkan momen indah itu dengan berfoto bersama. Ketika ditanya, sang gadis mengaku berasal dari Swedia.
Sampai di ujung sabana, sebuah pohon roboh menjadi pilihan untuk istirahat. Pos itu bernama Cemoro Kandang, perhentian sebelum menuju Kalisat dan Jambangan. Keindahan sesungguhnya Mahameru baru tampak, nanti setiba di Jambangan.
Kawasan itu, konon memiliki kandungan mineral yang sangat banyak. Pesona alamnya adalah Mahameru yang berdiri begitu megah. Kadangkala dia menghembuskan awan panas dari Kawah Jonggring Saloko. Hembusannya mirip cendawan, mirip pula gumpalan tinju.

 Setengah jam kemudian, tibalah saya di Kalimati, secara resmi tiba pukul 16.30. Total kami berjalan dari Ranu Kumbolo sekitar 4 jam 45 menit. Biasanya, Kalimati menjadi pilihan basecamp pendakian, karena dekat dengan sumber air bernama Sumber Mani. Jarak tempuhnya sekitar dua jam perjalanan pulang pergi.
Dari sini, tim TN BTS dibantu sejumlah porter telah menyiapkan tenda dan makanan. Targetnya, pukul 00.00, rombongan akan dibawa mendaki ke Mahameru. Waktu normalnya enam jam. Kami sendiri naik pukul 23.35 dan tiba pada Rabu (5/6) pukul 06.45. (Bagus Ary Wicaksono)
Sudah dipublikasi di Malang Post terbitan  12 Juni 2013 (lihat juga di http://www.malang-post.com/feature/68467-gunung-semeru-pasca-jadi-peran-utama-film-5-cm-habis)




Kak Nanda bermain di halaman Gunung Bromo
Berfoto dengan latar belakang Bukit Teletubbies

Selasa, 05 Maret 2013

Apa Sih Sendangbiru itu??!!


SURGA                           Photo by my self:

Lautan berwarna biru kehijau-hijauan menyambut saya ketika masuk Pelabuhan Sendangbiru. Diatasnya bertebaran puluhan perahu jukung, payang dan sekoci. Perahu-perahu itu mengapung berkelompok mengelilingi dermaga.

Saya melihat perubahan besar di kawasan dermaga. Lebih bersih, rapi dan manusiawi. Mungkin karena dermaga baru ini yang membuat kawasan itu lebih manusiawi.
Di depan saya, berhenti mikrolet berwarna biru muda. Sekelompok muda-mudi turun membawa ransel besar. Mereka langsung didatangi oleh nelayan setempat.
“Mau menyeberang ke Sempu, ayok sini ada perahu yang sudah siap,” ajak seorang nelayan bernama Sunar (43 tahun) kepada kelompok itu.
SURGA II                           Photo by my self:
Perawakannya tegap, badannya legam dan berkumis tebal. Di lengannya terdapat tattoo yang tak terlihat jelas bentuknya. Ini disebabkan warna kulitnya yang menghitam terkena panas mentari.
Sepintas pria itu tampak kasar dan menakutkan. Kesan itu berubah setelah berbincang dengan pria asal Jember itu. Sunar, adalah ABK sejumlah kapal milik H. Syaifuddin (60 tahun), disini dia berperan sebagai “marketing” kapal.
Tak lama, rombongan itu berjalan mengekor Sunar. Mereka menuju dermaga yang berair jernih sebening kaca. Dari situ, kawan Sunar sudah menyiapkan tangga untuk anak-anak muda tadi.
“Saya mengantar mereka untuk menyeberang ke Sempu, Rp 100 ribu satu perahu, kalau keliling selat Sempu Rp 200 ribu, keliling pulau Sempu Rp 500 ribu,” akunya setelah berkenalan dengan Kota Wisata (Malang Post Group).
Angka yang disebut Sunar tadi, adalah harga untuk satu perahu. Dia sendiri yang mengukur kekuatan angkut satu perahu. Kadangkala bisa diisi 10 orang bahkan 15 orang.
“Kebanyakan memang mengangkut wisatawan yang hendak ke Sempu, tujuan mereka Segara Anakan,” beber dia.
Keindahan kawasan Sendangbiru makin menggoda ketika berada diatas perahu. Sejauh mata memandang yang tampak adalah bening air. Dermaga itu serupa danau besar yang dikeliling rimbunan hutan bakau dan mangrove.
Kedua ujungnya terhubung langsung dengan Samudera Hindia. Pulau Sempu yang membatasi Samudera Hindia dan dataran Jawa. Dari atas perahu tampak pilar-pilar raksasa sejauh ribuan meter.
MENYEBERANG                           Photo by my self:
“Pilar itu adalah karang-karang dibatas selat, di depan karang sudah lautan lepas,” imbuh Sunar berperan layaknya guide.
Meski penasaran, rombongan anak muda tadi tidak akan sampai ke pilar raksasa. Sebab, mereka hanya akan diantar ke Teluk Semut. Sebuah teluk kecil di Pulau Sempu, sebagai pintu gerbang menuju segara anakan.
Wisatawan dan kaum backpacker seperti rombongan tadi adalah asset nelayan. Ketika ikan sedang sepi, mereka menjadi sumber pendapatan. Paling banyak datang ketika musim liburan sekolah.
“Kami sebenarnya berharap bisa ada event yang lebih hebat disini,” celetuk Sunar.


Even Internasional di Sendangbiru?
Sendangbiru ada perkampungan nelayan di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Desa itu memiliki dua dusun, yakni Sendangbiru dan Tamban. Keduanya memiliki pesona bahari yang layak jual. Even tahunan di dua dusun itu adalah petik laut.
Ketika musim petik laut, seluruh nelayan libur melaut. Selama empat hari mereka “berpesta” di daratan. Biasanya, mereka mengikuti sejumlah lomba. Volley pantai, lomba dayung perahu tradisional dan pertunjukan kesenian tradisonal.
“Acara puncaknya adalah petik laut, melarung tumpeng ke Samudera Hindia, nanti perahu-perahu nelayan akan berebut tumpeng itu di lautan,” terang Kepala Desa Tambakrejo Sudarsono.
SEGAR                           Photo by my self:
Sepintas pria ini terlihat seperti nelayan umumnya. Setelah berbincang, ternyata dia memiliki mimpi yang luar biasa. Sudarsono bermimpi Sendangbiru jadi jujugan wisata internasional.
“Saya tak ingin jualan ke lokal, itu seperti jeruk makan jeruk, saya ingin jualan internasional,” ujarnya berapi-api.
Bukankah dari segi fasilitas, Sendangbiru belum layak jual? Sang Kades membenarkan statement tersebut. Katanya, mimpinya baru saja dimulai, gebrakannya telah dilakukan.
Wisatawan internasional, menurut dia sangat mencintai kawasan yang ramah lingkungan. Untuk tahap awal dia mengubah kawasan kumuh nelayan menjadi indah dan manusiawi. Sebuah truk sampah dibeli untuk kebersihan kampung, ditambah satu mobil ambulance.
“Kami menargetkan 70 hektare hutan mangrove direhabilitasi,” tegasnya.
Saat ini, dia bersama warga telah berhasil merehabilitasi sekitar lima hectare. Kawasan mangrove juga ditanami Kayu bogem. Kayu dan buah bogem bisa dijual, satu buah seharga Rp 22 ribu.
“Kalau jalur darat masih susah, kita bisa datangkan wisatawan lewat jalur laut, dari Bali,” imbuhnya.
Memang saat ini di Indonesia marak even berkelas internasional seperti sail to Komodo. Jika ada dukungan dari berbagai pihak, bukan tak mungkin rute sail juga mengarah ke Sendangbiru. Melihat kondisi saat ini, belumlah memadai.
PANTAI TAMBAN      photo by my self
“Dari skala kecil kami siapkan lingkungan dengan koneservasi mangrove, ada juga homestay dan nanti membuat agenda even petik laut menjadi lebih layak jual,” bebernya.
Bahkan dia bermimpi lebih tinggi lagi. Dengan potensi tuna setahun 1000 ton, kawasan itu bisa menjadi ajang pesta barbeque. Rumah-rumah nelayan akan dilengkapi pemanggang ikan.
“Wisatawan belanja di TPI, kemudian membakarnya di kawasan kuliner,” akunya.
Pihaknya merencanakan tiga kawasan untuk ide internasional itu. yakni kawasan Clungup yang kini tengah dilakukan upaya konservasi mangrove. Kemudian pantai kawasan timur untuk transit kapal pesiar. Kemudian kawasan pusat kuliner dan oleh-oleh di areal pelabuhan ikan saat ini.
“Kawasan Timur untuk bersandar kapal akses dari Bali,” katanya.
Biasanya even petik laut sebagai andalan Sendangbiru digelar empat hari.
 Hari pertama lomba dayung dan tarik tambang di Pantai Tamban. Hari kedua voley pantai, hari ketiga festival seni budaya dan terakhir adalah petik laut.
“Untuk Sendangbiru petik lautnya tanggal 27 bulan September, kalau Tamban bulan 6,” bebernya.
HUTAN MANGROVE

Miniatur Indonesia
Sendangbiru dan Tamban adalah miniatur Indonesia. Di Sendangbiru hidup sekitar 3000 nelayan dari berbagai belahan Indonesia bahkan dari Filipina. Total jenderal Sendangbiru berpenduduk 8000 jiwa dan Tamban 3000 jiwa.
Para nelayan berasal dari Buton, Bugis, Lombok, Bali Sumbawa, Sumatera, Papua dan Filipina. Belakangan nelayan Filipina kabur ketika ada operasi passport.
“Disini minatur Indonesia, kami berbeda-beda namun hidup rukun dan damai,” aku H. Syaifuddin (60 tahun).
Syaifuddin adalah juragan kapal nelayan. Dia memiliki enam kapal mayoritas kapal sekoci. Pria renta ini berasal dari Sulawesi dan telah hidup di Sendangbiru selama 30 tahun.
“Saya sudah keliling samudera, sudah lelah dan akhirnya bertahan disini,” akunya.
MERAPAT
Karena biduknya sudah tak mampu berlayar terlalu jauh, Syaifuddin menetap. Disini dia menemukan surga. Ikan melimpah dan penduduk yang egaliter.
“Kami tentu sangat setuju disini jadi jujugan wisata internasional,” tegasnya.
Dengan akses laut yang memadai, tak sulit kapal pesiar bersandar. Tentu harus pula didukung kesiapan infrastruktur. Jalan Lintas Selatan (JLS) hemat dia cukup menghubungkan potensi wisata bahari di sekitar Sendangbiru.
Ketika akses darat bagus, maka wisatawan bisa diajak ke Balekambang. Selain berpesta di bibir pantai Sendangbiru mereka bisa menjelajah lebih jauh. Apalagi Sempu juga memiliki keindahan alam yang cukup layak jual.
“Selama ini kami iuran ketika even petik laut, per perahu Rp 100 ribu, pemerintah hanya menyumbang,” akunya.
Sebenarnya potensi wisata bahari di Malang Selatan bisa dijual. Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus berani meniru Sail to Komodo. Paling tidak merayu panitia agar kawasan ini disinggahi rute yacht mewah itu.
Selain even sail seperti itu, potensi lainnya adalah kapal-kapal pesiar. Data  PT Pelabuhan Indonesia III (Bisnis Indonesia) mencatat pada 2013 sebanyak 94 unit kapal pesiar direncanakan akan mengunjungi wilayah PT Pelabuhan Indonesia III.
Humas PT Pelabuhan Indoensia III, Edi Priyanto mengatakan  94 unit kapal pesiar itu direncanakan singgah pada sejumlah pelabuhan di tujuh Provinsi. Edi menjelaskan 94 kapal pesiar itu akan mengunjungi sejumlah pelabuhan di  Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Pada 2013 secara keseluruhan rencana kedatangan kapal pesiar di Indonesia mencapai 305 unit kapal pesiar. Dia mengungkapkan jumlah kunjungan kapal pesiar  bisa bertambah atau bahkan berkurang tergantung  pihak travel agen. Menurutnya selama 2012  sebanyak 92 kapal pesiar mengunjugi sejumlah pelabuhan di wilayah PT Pelabuhan Indoensia III.
Selama 2012 PT Pelindo III memperoleh pendapatan dari kunjungna kapal pesiar sebesar Rp8 miliar. Pendapatan itu terdiri dari jasa labuh, tambat pandu, tunda, air kapal, penyediaan ponton dan pas penumpang di semua wilayah pelabuhan PT Pelindo III.
Wisatawan yang mengunjungi wilayah PT Pelindo III pada 2012 menggunakan kapal pesiar sebanyak 57.544 orang. Destinasi utama adalah Pelabuhan Benoa Bali sebanyak 35 kapal pesiar dengan 27.523 wisatawan.
Sejauh ini pelabuhan yang disiapkan meliputi Pelabuhan Benoa (Bali), Pelabuhan Celukan Bawang (Bali), Pelabuhan Lembar (Nusa Tenggara Barat), Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar Sulawesi Selatan), Pelabuhan Tanjung Tembaga (Probolinggo Jawa Timur).
Ada juga Pelabuhan Sabang (Aceh), Pelabuhan Tanah Ampo (Bali), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang Jawa Tengah), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya Jawa Timur) dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta). Jika Sendangbiru sudah menjadi pelabuhan besar, bisa saja kapal mewah itu singgah.
Atau jika pemerintah tak mampu membangun. Barangkali, rayu saja Silolona, kapal phinisi mewah milik Patti Seery untuk bersandar ke Sendangbiru. Kapal itu mengeliling rute Indonesia Timur, hingga ke Thailand.
NYEMPLUNG
Silolona membawa penumpang kelas wahid, seperti owner BMW, owner maskapai penerbangan dari Amerika. Sesuai liputan Jawa Pos (Group Malang Post) per orang dipatok biaya tak kurang dari 4000 euro (Sekitar Rp 50 juta). 
Jika terealisasi, maka sang Kades dan nelayan akan terbangun dari mimpi. Mereka bakal sibuk melayani para pelancong. Sehingga keindahan Sendangbiru tak hanya ada di sampul majalah lokal saja,
Kedatangan rombongan pesiar, biasanya akan diikuti jurnalis internasional. Saya begitu terpesona dengan tulisan Ann Abel, kontribusi Forbes dan sejumlah media internasional lainnya. Dalam sebuah tulisan, Ann Abel begitu jatuh cinta dengan phinisi, Raja Ampat dan perairan timur Indonesia.
“In ten years as a travel journalist, I've been blessed with many "trips of a lifetime," but the nine days I spent aboard the Silolona in the waters around eastern Indonesia earlier this year constituted one of the most fantastic, memorable trips of my life: exotic, illuminating, endlessly cossetting, and deeply relaxing,” begitulah kira-kira rasa takjubnya.(Bagus Ary Wicaksono)