Selasa, 05 Maret 2013

Apa Sih Sendangbiru itu??!!


SURGA                           Photo by my self:

Lautan berwarna biru kehijau-hijauan menyambut saya ketika masuk Pelabuhan Sendangbiru. Diatasnya bertebaran puluhan perahu jukung, payang dan sekoci. Perahu-perahu itu mengapung berkelompok mengelilingi dermaga.

Saya melihat perubahan besar di kawasan dermaga. Lebih bersih, rapi dan manusiawi. Mungkin karena dermaga baru ini yang membuat kawasan itu lebih manusiawi.
Di depan saya, berhenti mikrolet berwarna biru muda. Sekelompok muda-mudi turun membawa ransel besar. Mereka langsung didatangi oleh nelayan setempat.
“Mau menyeberang ke Sempu, ayok sini ada perahu yang sudah siap,” ajak seorang nelayan bernama Sunar (43 tahun) kepada kelompok itu.
SURGA II                           Photo by my self:
Perawakannya tegap, badannya legam dan berkumis tebal. Di lengannya terdapat tattoo yang tak terlihat jelas bentuknya. Ini disebabkan warna kulitnya yang menghitam terkena panas mentari.
Sepintas pria itu tampak kasar dan menakutkan. Kesan itu berubah setelah berbincang dengan pria asal Jember itu. Sunar, adalah ABK sejumlah kapal milik H. Syaifuddin (60 tahun), disini dia berperan sebagai “marketing” kapal.
Tak lama, rombongan itu berjalan mengekor Sunar. Mereka menuju dermaga yang berair jernih sebening kaca. Dari situ, kawan Sunar sudah menyiapkan tangga untuk anak-anak muda tadi.
“Saya mengantar mereka untuk menyeberang ke Sempu, Rp 100 ribu satu perahu, kalau keliling selat Sempu Rp 200 ribu, keliling pulau Sempu Rp 500 ribu,” akunya setelah berkenalan dengan Kota Wisata (Malang Post Group).
Angka yang disebut Sunar tadi, adalah harga untuk satu perahu. Dia sendiri yang mengukur kekuatan angkut satu perahu. Kadangkala bisa diisi 10 orang bahkan 15 orang.
“Kebanyakan memang mengangkut wisatawan yang hendak ke Sempu, tujuan mereka Segara Anakan,” beber dia.
Keindahan kawasan Sendangbiru makin menggoda ketika berada diatas perahu. Sejauh mata memandang yang tampak adalah bening air. Dermaga itu serupa danau besar yang dikeliling rimbunan hutan bakau dan mangrove.
Kedua ujungnya terhubung langsung dengan Samudera Hindia. Pulau Sempu yang membatasi Samudera Hindia dan dataran Jawa. Dari atas perahu tampak pilar-pilar raksasa sejauh ribuan meter.
MENYEBERANG                           Photo by my self:
“Pilar itu adalah karang-karang dibatas selat, di depan karang sudah lautan lepas,” imbuh Sunar berperan layaknya guide.
Meski penasaran, rombongan anak muda tadi tidak akan sampai ke pilar raksasa. Sebab, mereka hanya akan diantar ke Teluk Semut. Sebuah teluk kecil di Pulau Sempu, sebagai pintu gerbang menuju segara anakan.
Wisatawan dan kaum backpacker seperti rombongan tadi adalah asset nelayan. Ketika ikan sedang sepi, mereka menjadi sumber pendapatan. Paling banyak datang ketika musim liburan sekolah.
“Kami sebenarnya berharap bisa ada event yang lebih hebat disini,” celetuk Sunar.


Even Internasional di Sendangbiru?
Sendangbiru ada perkampungan nelayan di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Desa itu memiliki dua dusun, yakni Sendangbiru dan Tamban. Keduanya memiliki pesona bahari yang layak jual. Even tahunan di dua dusun itu adalah petik laut.
Ketika musim petik laut, seluruh nelayan libur melaut. Selama empat hari mereka “berpesta” di daratan. Biasanya, mereka mengikuti sejumlah lomba. Volley pantai, lomba dayung perahu tradisional dan pertunjukan kesenian tradisonal.
“Acara puncaknya adalah petik laut, melarung tumpeng ke Samudera Hindia, nanti perahu-perahu nelayan akan berebut tumpeng itu di lautan,” terang Kepala Desa Tambakrejo Sudarsono.
SEGAR                           Photo by my self:
Sepintas pria ini terlihat seperti nelayan umumnya. Setelah berbincang, ternyata dia memiliki mimpi yang luar biasa. Sudarsono bermimpi Sendangbiru jadi jujugan wisata internasional.
“Saya tak ingin jualan ke lokal, itu seperti jeruk makan jeruk, saya ingin jualan internasional,” ujarnya berapi-api.
Bukankah dari segi fasilitas, Sendangbiru belum layak jual? Sang Kades membenarkan statement tersebut. Katanya, mimpinya baru saja dimulai, gebrakannya telah dilakukan.
Wisatawan internasional, menurut dia sangat mencintai kawasan yang ramah lingkungan. Untuk tahap awal dia mengubah kawasan kumuh nelayan menjadi indah dan manusiawi. Sebuah truk sampah dibeli untuk kebersihan kampung, ditambah satu mobil ambulance.
“Kami menargetkan 70 hektare hutan mangrove direhabilitasi,” tegasnya.
Saat ini, dia bersama warga telah berhasil merehabilitasi sekitar lima hectare. Kawasan mangrove juga ditanami Kayu bogem. Kayu dan buah bogem bisa dijual, satu buah seharga Rp 22 ribu.
“Kalau jalur darat masih susah, kita bisa datangkan wisatawan lewat jalur laut, dari Bali,” imbuhnya.
Memang saat ini di Indonesia marak even berkelas internasional seperti sail to Komodo. Jika ada dukungan dari berbagai pihak, bukan tak mungkin rute sail juga mengarah ke Sendangbiru. Melihat kondisi saat ini, belumlah memadai.
PANTAI TAMBAN      photo by my self
“Dari skala kecil kami siapkan lingkungan dengan koneservasi mangrove, ada juga homestay dan nanti membuat agenda even petik laut menjadi lebih layak jual,” bebernya.
Bahkan dia bermimpi lebih tinggi lagi. Dengan potensi tuna setahun 1000 ton, kawasan itu bisa menjadi ajang pesta barbeque. Rumah-rumah nelayan akan dilengkapi pemanggang ikan.
“Wisatawan belanja di TPI, kemudian membakarnya di kawasan kuliner,” akunya.
Pihaknya merencanakan tiga kawasan untuk ide internasional itu. yakni kawasan Clungup yang kini tengah dilakukan upaya konservasi mangrove. Kemudian pantai kawasan timur untuk transit kapal pesiar. Kemudian kawasan pusat kuliner dan oleh-oleh di areal pelabuhan ikan saat ini.
“Kawasan Timur untuk bersandar kapal akses dari Bali,” katanya.
Biasanya even petik laut sebagai andalan Sendangbiru digelar empat hari.
 Hari pertama lomba dayung dan tarik tambang di Pantai Tamban. Hari kedua voley pantai, hari ketiga festival seni budaya dan terakhir adalah petik laut.
“Untuk Sendangbiru petik lautnya tanggal 27 bulan September, kalau Tamban bulan 6,” bebernya.
HUTAN MANGROVE

Miniatur Indonesia
Sendangbiru dan Tamban adalah miniatur Indonesia. Di Sendangbiru hidup sekitar 3000 nelayan dari berbagai belahan Indonesia bahkan dari Filipina. Total jenderal Sendangbiru berpenduduk 8000 jiwa dan Tamban 3000 jiwa.
Para nelayan berasal dari Buton, Bugis, Lombok, Bali Sumbawa, Sumatera, Papua dan Filipina. Belakangan nelayan Filipina kabur ketika ada operasi passport.
“Disini minatur Indonesia, kami berbeda-beda namun hidup rukun dan damai,” aku H. Syaifuddin (60 tahun).
Syaifuddin adalah juragan kapal nelayan. Dia memiliki enam kapal mayoritas kapal sekoci. Pria renta ini berasal dari Sulawesi dan telah hidup di Sendangbiru selama 30 tahun.
“Saya sudah keliling samudera, sudah lelah dan akhirnya bertahan disini,” akunya.
MERAPAT
Karena biduknya sudah tak mampu berlayar terlalu jauh, Syaifuddin menetap. Disini dia menemukan surga. Ikan melimpah dan penduduk yang egaliter.
“Kami tentu sangat setuju disini jadi jujugan wisata internasional,” tegasnya.
Dengan akses laut yang memadai, tak sulit kapal pesiar bersandar. Tentu harus pula didukung kesiapan infrastruktur. Jalan Lintas Selatan (JLS) hemat dia cukup menghubungkan potensi wisata bahari di sekitar Sendangbiru.
Ketika akses darat bagus, maka wisatawan bisa diajak ke Balekambang. Selain berpesta di bibir pantai Sendangbiru mereka bisa menjelajah lebih jauh. Apalagi Sempu juga memiliki keindahan alam yang cukup layak jual.
“Selama ini kami iuran ketika even petik laut, per perahu Rp 100 ribu, pemerintah hanya menyumbang,” akunya.
Sebenarnya potensi wisata bahari di Malang Selatan bisa dijual. Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus berani meniru Sail to Komodo. Paling tidak merayu panitia agar kawasan ini disinggahi rute yacht mewah itu.
Selain even sail seperti itu, potensi lainnya adalah kapal-kapal pesiar. Data  PT Pelabuhan Indonesia III (Bisnis Indonesia) mencatat pada 2013 sebanyak 94 unit kapal pesiar direncanakan akan mengunjungi wilayah PT Pelabuhan Indonesia III.
Humas PT Pelabuhan Indoensia III, Edi Priyanto mengatakan  94 unit kapal pesiar itu direncanakan singgah pada sejumlah pelabuhan di tujuh Provinsi. Edi menjelaskan 94 kapal pesiar itu akan mengunjungi sejumlah pelabuhan di  Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Pada 2013 secara keseluruhan rencana kedatangan kapal pesiar di Indonesia mencapai 305 unit kapal pesiar. Dia mengungkapkan jumlah kunjungan kapal pesiar  bisa bertambah atau bahkan berkurang tergantung  pihak travel agen. Menurutnya selama 2012  sebanyak 92 kapal pesiar mengunjugi sejumlah pelabuhan di wilayah PT Pelabuhan Indoensia III.
Selama 2012 PT Pelindo III memperoleh pendapatan dari kunjungna kapal pesiar sebesar Rp8 miliar. Pendapatan itu terdiri dari jasa labuh, tambat pandu, tunda, air kapal, penyediaan ponton dan pas penumpang di semua wilayah pelabuhan PT Pelindo III.
Wisatawan yang mengunjungi wilayah PT Pelindo III pada 2012 menggunakan kapal pesiar sebanyak 57.544 orang. Destinasi utama adalah Pelabuhan Benoa Bali sebanyak 35 kapal pesiar dengan 27.523 wisatawan.
Sejauh ini pelabuhan yang disiapkan meliputi Pelabuhan Benoa (Bali), Pelabuhan Celukan Bawang (Bali), Pelabuhan Lembar (Nusa Tenggara Barat), Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar Sulawesi Selatan), Pelabuhan Tanjung Tembaga (Probolinggo Jawa Timur).
Ada juga Pelabuhan Sabang (Aceh), Pelabuhan Tanah Ampo (Bali), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang Jawa Tengah), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya Jawa Timur) dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta). Jika Sendangbiru sudah menjadi pelabuhan besar, bisa saja kapal mewah itu singgah.
Atau jika pemerintah tak mampu membangun. Barangkali, rayu saja Silolona, kapal phinisi mewah milik Patti Seery untuk bersandar ke Sendangbiru. Kapal itu mengeliling rute Indonesia Timur, hingga ke Thailand.
NYEMPLUNG
Silolona membawa penumpang kelas wahid, seperti owner BMW, owner maskapai penerbangan dari Amerika. Sesuai liputan Jawa Pos (Group Malang Post) per orang dipatok biaya tak kurang dari 4000 euro (Sekitar Rp 50 juta). 
Jika terealisasi, maka sang Kades dan nelayan akan terbangun dari mimpi. Mereka bakal sibuk melayani para pelancong. Sehingga keindahan Sendangbiru tak hanya ada di sampul majalah lokal saja,
Kedatangan rombongan pesiar, biasanya akan diikuti jurnalis internasional. Saya begitu terpesona dengan tulisan Ann Abel, kontribusi Forbes dan sejumlah media internasional lainnya. Dalam sebuah tulisan, Ann Abel begitu jatuh cinta dengan phinisi, Raja Ampat dan perairan timur Indonesia.
“In ten years as a travel journalist, I've been blessed with many "trips of a lifetime," but the nine days I spent aboard the Silolona in the waters around eastern Indonesia earlier this year constituted one of the most fantastic, memorable trips of my life: exotic, illuminating, endlessly cossetting, and deeply relaxing,” begitulah kira-kira rasa takjubnya.(Bagus Ary Wicaksono)