Jumat, 09 Maret 2012

Rokok Raksasa di Museum Bentoel Wiro Margo



Berada di kamar Ong hok Liong, situasinya dibuat seperti aslinya dilengkapi perabot lawas

Membaca Perjalanan Hidup Ong Hok Liong

Bentoel merupakan salah satu raksasa pabrik rokok asal Malang yang kini makin mendunia. Sejak diakuisisi BAT, Bentoel makin moncer padahal dulu hanya pabrik kecil dengan selusin buruh. Membaca sejarah Bentoel seperti mencumbui aroma khas tembakau dan keringat Ong Hok Liong sang pendiri Bentoel.

Seluruh hidup Ong Hok Liong dan perjalanan Bentoel tersaji dengan sederhana di Jalan Wiro Margo 32 (Barat Pasar Besar) Kota Malang. Rumah kediaman alm. Ong itu kini menjadi museum yang menyajikan masa lalu perjuangannya. Sederet peralatan pembuatan rokok yang sederhana sampai awal alat modern ditampilkan di museum itu.

Saya dan rekanku Syarendra Adhitama http://butawarnafotografi.blogspot.com/(fotografer) disambut oleh Ainul Yakin Satpam museum ketika baru saja masuk pintu gerbang. Dengan ramah pria berkumis itu mengantar keliling ke seluruh areal. Di lokasi itu, terdapat dua rumah, satu rumah besar untuk bangunan utama museum dan satu rumah lebih kecil untuk ruang pertemuan.
Ainul Yakin Satpam Museum Bentoel berada di ruang tamu kediaman Ong
Rumah itu berkarakter bangunan Belanda, sebuah rumah yang mencerminkan pemiliknya adalah orang kaya pada masanya. Wiro Margo sendiri dulu disebut dengan Pecinan Kecil, karena memang dihuni warga Tionghoa. Lokasinya juga dekat dengan pusat perdagangan (Pasar Besar) seperti perencanaan Gemeente Malang.
Di luar gedung museum, aroma lawas sudah terlihat dari kursi-kursi kayu yang sengaja diletakkan di teras rumah. Ainul membuka pintu raksasa kemudian nampak patung perunggu Ong Hok Liong mengenakan jas. Tampak di depan patung adalah plakat peresmian ditandatangani oleh Walikota Malang Soesamto.
Maka selepas patung itu, ruang tamu sudah diubah menjadi diorama sejarah Bentoel. Awal proses produksi pabrik rokok berikut alat-alat sederhana pada jamannya juga dipampangkan disana. Malahan guci kaca besar yang digunakan untuk meracik tembakau juga diboyong. Termasuk bangku kayu yang dulu dipakai duduk para peracik tembakau masa lalu.
Dalam penuturan sejarah, yang lebih menguat adalah sosok Ong Hok Liong sang pendiri Bentoel. Seluruh kiprah Ong, termasuk inspirasinya ketika memakai merek Bentoel juga diceritakan. Ong mendapat nama itu setelah tetirah di Gunung Kawi yang kelak selalu menjadi jujugannya ketika susah dan senang.
Interior lainnya banyak disuguhi dengan foto-foto lawas keluarga Ong Hok Liong di setiap sudut. Yang mendominasi adalah foto ukuran besar sang pendiri Bentoel bersama istrinya Liem Kim Kwie. Peninggalan keluarga itu termasuk buffet sampai meja tamu pada masanya juga masih terawat dengan baik.
Merek-merek rokok yang pernah diluncurkan Bentoel

Di kamar sebelah barat terdapat ruang kerja Ong berikut peralatan kuno seperti radio besar era 1960-an. Lukisan gadis Bali yang sangat kuno terlihat dari serpihannya dimakan ngengat teronggok di pojok ruangan. Di dekat pintu ada lemari besi merek Louvre yang dulu dipakai menyimpan uang.
Bergeser ke luar, akan ditemui dua sepeda ontel, namun satu dari sepeda itu memiliki mesin. Di baratnya merupakan kamar Ong dan Liem dengan tatanan sesuai pada masanya. Terdapat kulkas kuno produksi Amerika merek General Motors di belakang pintu, kulkas itu  hanya dimiliki orang kaya pada masa lalu.
Kamar tidur Ong dilengkapi lonceng, itu digunakan untuk memanggil pembantu ketika dibutuhkan. Jika dirasakan, bisa jadi suasana kamar itu bak kamar hotel berbintang masa lalu. Piliha furniturenya juga berkelas, seperti meja dengan tatakan marmer yang super bagus.
Di sisi kamar lainnya, anda akan mendapati rokok kretek rakasa yang dulu memecahkan rekor muri. Dibelakang rokok itu terdapat puluhan merek rokok yang pernah diproduksi Bentoel. Termasuk adalah rokok merek Mohon DOa Restu dulu dipakai saat acara-acara nikahan serta rokok Istana Presiden.
“Jaman dulu instansi itu juga dipasok rokok oleh kita, biasanya mereknya sesuai dengan nama instansi,” beber Ainul Yakin.
Rokok raksasa yang pernah masuk MURI
Nah, kisah Ong membangun usahanya, tertulis jelas dalam lembaran-lembaran keterangan di museum itu. Pendiri pabrik rokok itu berasal dari keluarga tua “Cina-Jawa”, Ong Hing Tjien tak pernah tahu kampung leluhurnya di Tiongkok. Perkawinannya dengan Liem Pian Nio, membuahkan tujuh anak (empat laki-laki, tiga wanita). Yang tertua: Ong Hok Liong.
Menikahi Liem Kiem Kwie Nio (1896-1968) pada usia remaja, Ong Hok Liong tak hanya mendapat dua anak, Mariani dan Rudy Ong, tapi juga menggabungkan dua keluarga yang belakangan menjadi perintis Bentoel.
Modal awal Ong Hok Liong didapat dari menggadaikan perhiasan istrinya yang juga motor utama perusahaan keluarga pada masa awal. Putri sulung sepuluh bersaudara mewarisi sifat ulet keluarga Liem. Selain sebagai pendamping Ong Hok Liong, ia juga berperanan penting dalam perkembangan perusahaan Bentoel.
Dari pihak Ong, dua karyawan pertama Hien An Kongsie adalah adiknya sendiri: Ong Hok Pa dan Ong Hok Bing, bertugas antara lain ngopyok bako (mencampur saus tembakau). Dan sebelum dikelola bersama Rajawali Group mulai akhir tahun 1991, pemimpin terakhir Bentoel sebagai perusahaan keluarga adalah Suharyo Adisasmito, putra sulung Nng Hok Bian, juga seorang adik Ong Hok Liong.
Dua anaknya tak berkecimpung dalam dunia yang sama. Rudy menetap di Amerika Serikat sampai saat meninggalnya. Menantunya, Samsi (Sie Twan Tjing), memang sempat memimpin Bentoel (1961-1966). Tapi istrinya, Mariani, tak ikut campur. Putri sulung Ong Hok Liong ini membuka toko batik di depan rumahnya.
Dulu, semasa merintis pabrik rokok, pembuatan saus dikerjakan sendiri oleh Ong Hok Liong. Bahannya terdiri dari saus Havana, pisang ambon dan Alkohol. Ramuan ini dimasukkan ke dalam panci dan diaduk memakai centong (sendok kayu). Setelah tercampur rata, lalu dituang dalam botol-botol yang disimpan dalam lemari. Baunya yang keras semerbak menjadi ciri khas rumah di Jalan Wiromargo 32 pada waktu itu.(Bagus Ary Wicaksono)


Museum Sejarah Bentoel
Jl Wiromargo 32 Malang 65117
Telp 0341-328658
Sekarang Museum Bentoel sudah berwajah baru, datang saja kesana.

Kamis, 08 Maret 2012

Gereja Ini Ditabrak Pesawat Tempur - Gereja Kayu Tangan

Dibangun Masa Romo Jonckbloet,
Photo by : Syarendra Adhitama
Pernah Ditabrak Pesawat Tempur 

Kota Malang memiliki heritage yang menjadi saksi eksistensi umat Katolik sejak masa pendudukan Belanda. Salah satunya adalah paroki Hati Kudus Yesus (HKY) telah eksis semenjak tahun 1897, dipimpin oleh Romo Godefriedus Daniel Augustinus Jonckbloet. Masa awalnya, paroki ini tidak memiliki gereja dan bahkan sempat menumpang di pendopo Kabupaten Malang masa Bupati Kanjeng Raden Aryo Tumenggung Notodiningrat.
Ketika itu, pendopo berubah menjadi gereja Katolik lengkap dengan orgel, kamar pengakuan dosa, mimbar dan bangku komuni. Hal ini tercatat lengkap dalam buku kenangan perayaan 100 tahun paroki HKY Kayu Tangan. Delapan tahun kemudian, tepatnya 1905, barulah gereja Kayu Tangan dibangun di utara alun-alun.
Itu adalah gereja Katolik tertua di Kota Malang dengan gaya neo gotikyang diperkenalkan arsitek Belanda terkenal pada masanya Dr. P.J.H Cuypers (1827-1921). Seni bangunan itu merupakan ciri khas bangunan abad pertengahan paruh abad 19 dengan bentuk struktur gedung yang tinggi.
Dijelaskan pula bahwa model struktur tersebut memiliki kerangka kokoh pada dinding dan atap yang berfungsi sebagai penutup. Lalu diletakkan jendela dan pintu yang besar pada dinding yang dibangun dengan konstruksi skelet. Hal ini nampak pada tembok luar gereja yang ditopang tiang penyangga dinding berbentuk persegi.
Namun rupanya, ciri khas gotik dengan lengkungan meruncing pada gereja Kayu Tangan juga dipengaruhi unsur Islami. Paling tidak terdapat pengaruh seni bangunan Islam dalam gereja Katolik termegah di Malang Raya itu.
Hal ini diakui dalam buku kenangan 100 tahun paroki HKY dengan menyitir buku Mr. Schuman.
Schuman dalam buku berjudul De Arabieren yang terbit 1960 membeber bahwa model lengkung runcing itu telah popuper pada abad 8. Ketika itu Bani Umayyah yang berkuasa di Suriah yang memakainya hal ini tersisa dari sisa reruntuhan bangunan kuno di Ramlah. Baru pada abad 12, gaya lengkung runcing masuk ke Eropa, tepatnya di Perancis.
Dari kejauhan, gereja itu menjadi penanda Kota Malang, terutama dengan dua menara yang memiliki ketinggian sekitar 33 meter. Menara itu dibangun pada masa Mgr. Clemens van der Pas, O.Carm ketika diangkap sebagai Prefek Apostolik Malang yang pertama pada tahun 1927. Setelah dana diserahkan tahun 1930, pembangunan dilakukan sesuai rancana arsitek Ir. Albert Grunberg.
Menara itu berbeda dari rancangan menara arsitek gereja itu Ir. Marius J. Hulswit pada tahun 1905. Ketika itu gereja yang dirancang Marius dibangun dengan pemborong C. Vis diabntu Van,t Pad dan Bourguignon sebagai pembantu pemborong serta Molijn sebagai pengawas pembangunan. Namun terlepas dari pembangunan awal gereja, tahukah pembaca, bahwa menara itu pernah ditabrak oleh pesawat tempur Auri.


Tercatat menara itu dua kali runtuh sejak dibangun 1930, pertama runtuh pada 10 Februari 1957 ketika ada kotbah di gereja. Sebuah salib di ujung menara runtuh dan menimbulkan lubang besar pada atap gereja. Kemudian pada 27 November 1967, menara kembali runtuh akibat ditabrak pesawat.


Pada peristiwa kedua ini, disertai ledakan yang mengagetkan akibat jatuhnya salib seberat 108 kg. Ketika itu bruder yang ada di gereja mengira ada lemparan granat, namun ternyata salib itu diserempet pesawat yang sedang mengalami kerusakan mesin. Burung besi berawak tiga orang itu kemudian masih terbang dan akhirnya jatuh di kawasan Buring, mereka tewas.
“Pesawat itu terbang rendah menabrak menara karena kerusakan mesin,” ujar Tionghoa tua pemilik toko di Kayu Tangan.
Sampai saat ini gereja itu masih kokoh menantang jaman, bahkan menjadi ikon tersendiri bagi Kota Malang. Wisatawan manca negara pun memastikan melihat gereja itu dalam rangkaian city tour mereka. Menariknya, dalam kapel gereja menyimpan berbagai inkripsi kuno, bahkan kabarnya terdapat Al Quran dari Tunisia peninggalan tahun 1920-an.(Bagus Ary Wicaksono)

Asiknya Naik Becak di Ijen Boulevard


photo by  : sunrise holiday Indonesia



MAKIN meriahnya jalan-jalan Kota Malang, dengan kemasan paket city tour, mendorong Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) kota ini bergerak cepat. BPPD pun serius menggarap paket wisata lewat konsep Malang-Gezellige Stad (Malang, kota yang nyaman) sebagai branding pariwisata Kota Bunga ini.
Pilihan tagline berbahasa Belanda itu dipakai, lantaran wisatawan manca yang kerap datang memang berasal dari Holland. Lihat saja jalan protokol kota pendidikan ini, yang tak pernah sepi dari pemandangan turis asing. Mereka terlihat nyaman menyusuri Jalan Basuki Rahmat, hanya untuk menyaksikan warisan kolonial.
Jalur city tour di Kota Malang, biasanya dimulai dari Alun-alun Tugu bergerak ke arah selatan. Wisatawan selalu menyempatkan berkunjung melihat transaksi di pasar burung dan Ikan Splendid. Kemudian mereka beranjak ke Gereja Kayu Tangan dan Toko Oen, bahkan ada yang mampir ke pasar besar sekaligus ke Museum Bentoel di Jalan Wiro Margo 32.
Setelah menikmati sejarah berdirinya pabrik rokok Bentoel itu, para turis biasanya melanjutkan perjalanan ke Klenteng En Ang Kiong sebagai pamungkas city tour dengan jalan kaki, sementara bus pariwisata menunggu di dekat klenteng.
Selain city tour jalan kaki, selama ini juga sudah disiapkan pengelola tour & travel di Malang menggunakan angkutan becak. Dengan kendaraan kayuh roda tiga ini, blok-blok di kota ini bisa dinikmati secara leluasa termasuk jika ingin memuaskan mata menjajagi dua jalur kembar boulevard Ijen.

Sejatinya, Kota Malang memiliki banyak potensi wisata yang akan digarap serius oleh BPPD. Bekalnya kunjungan wisata yang sangat melimpah, kemudian diangkat dalam kemasan Malang-Gezellige Stad sebagai ikon. Apalagi kenyamanan kota ini sangat utuh, mulai dari pendidikan, kuliner, dan wisata.

”Malang-Gezellige Stad, merupakan ruh pengembangan wisata di Kota Malang. Dan kunjungan wisata paling banyak, memang dari Belanda,” ungkap Agoes Basoeki Ketua BPPD Kota Malang.